Jawab :
Apakah pada saat dilaksanakan proses recruitment tidak ada proses medical check up? Dengan proses medical check up seharusnya bisa ketahuan kalau si kandidat ada kelainan fisik atau memang menderita suatu penyakit.
Dalam hal ini saya pikir si karyawati tidak bisa disalahkan, justru tim recruitment lah yang teledor dan saya pikir si karyawati belum tentu melakukan kebohongan karena namanya hamil apalagi kehamilan anak pertama kadang terlambat disadari.
Saran saya biarkan si karyawati menyelesaikan kontrak kerjanya, kalaupun ybs merasa tidak mampu pasti akan mengundurkan diri dengan kesadarannya sendiri.
Sebagai HRD ada kalanya hati nurani juga harus digunakan, HRD bukan robot...HRD juga manusia.
Jawab 2:
Subhanallah
... sudah saya tunggu2 ada tanggapan seperti itu apapun pertanyaannya.
Karena saya pengin share sedikit masalah pengelolaan HRD ini, bahwa ada
pernyataan kang Dede kalau kita mesti menggunakan hati nurani. Justru
pengalaman saya malah hukumnya wajib dalam mengelola HRD kita
menggunakan �ati nurani, bukan melulu pake akal, peraturan dan undang2
tapi kita mesti menggunakan hati nurani kita, caranya ? gampang ! ya
dengan memproyeksikan ke diri kita sendiri, jika kita diperlakukan
seperti itu bagaimana perasaan kita ? Karena kita kan juga karyawan
juga, yang sangat mungkin akan diperlakukan hal yang sama oleh Boss yang
lebih tinggi dari kita, atau oleh ownernya.
Sungguh
orang HRD yang dalam kerjanya, dikit2 ngomong Pecat !, PHK !, Potong
Gaji ! atau kasih SP, hidupnya juga bakal gelisah terus, gak tenang.
Saya
pernah dulu diingetin sama Sachou saya yang orang jepun, Knapa kamu
orang mesti pecat dia, knapa tidak didevelope dulu. Saya bilang kalau
dia orangnya susah diajari, maunya ngeyel mulu .. Wah dia yang malah
nyalahin saya, katanya justru saya yang bodo karena tidak bisa mendidik
dia.
Tapi
bener kok enak mengelola HRD dengan Hati .. ya memang kita yang harus
pandai dalam meyakinkan Boss2 kita kalau
terjadi dispute. Tapi jangan salah juga loh yaa mengelola dengan hati
bukannya kita jadi lemah tapi kita lebih arif dalam memutuskan sesuatu
masalah tidak semena2 tidak arogan, mentang2 kita Boss.
Gitu aja, malem jum'at sedikit berbagi ilmu tentang hati dan nurani
Have a nice day and make a great success ...
Jawab 3:
Menurut saya kok kurang pas ya, hati nurani tidak bisa dikedepankan dari
pada aturan. Iya kalau hati nurani kita benar ? Sebenarnya kebenaran
hati nurani itu berdasarkan apa ? Tentu ada tolok ukurnya kan. Apa ?
Maka tentu harus ada aturannya. Karena kalau tidak ada aturan, bisa saja
yang namanya hati nurani benar disana dan tidak benar di sana.
Kembali lagi harus ada kesepakatan bahwa benar secara hati nurani itu yang bagaimana ? Yaitu benar sesuai disana dan benar sesuai disini. Itulah disepakati aturan hati nurani.
Ada istilah hakikat yang syariat. Hati nurani harus berjalan sesuai aturan juga.
Dalam case diawal, sebenarnya perlu didudukkan dulu kebenarannya apakah karyawan itu berbohong apa tidak. Apa ada tolok ukurnya karyawan dinyatakan bohong/ memberikan keterangan palsu. Nah hal itu dibuktikan dulu
itu tertuang di data2 karyawan atau secara lisan.
Kalau memang sudah benar dia terbukti melakukan memberikan keterangan palsu dan bisa dibuktikan, tentu tidak ada salahnya diberikan sanksi sesuai aturannya.
Kembali lagi harus ada kesepakatan bahwa benar secara hati nurani itu yang bagaimana ? Yaitu benar sesuai disana dan benar sesuai disini. Itulah disepakati aturan hati nurani.
Ada istilah hakikat yang syariat. Hati nurani harus berjalan sesuai aturan juga.
Dalam case diawal, sebenarnya perlu didudukkan dulu kebenarannya apakah karyawan itu berbohong apa tidak. Apa ada tolok ukurnya karyawan dinyatakan bohong/ memberikan keterangan palsu. Nah hal itu dibuktikan dulu
itu tertuang di data2 karyawan atau secara lisan.
Kalau memang sudah benar dia terbukti melakukan memberikan keterangan palsu dan bisa dibuktikan, tentu tidak ada salahnya diberikan sanksi sesuai aturannya.